Pelajaran Blog Khusus Bagi Pemula Lugas dan Penting Forantum I Blogging is My Life I Tutorial Blog I Tips dan Trik Blog I SEO I Free Template

Jumat, 15 Oktober 2010

Bejana Hati


04.07 |

Cerpen R. Blast D. Lejap
pos-kupang.com Minggu, 2 Mei 2010 | 16:48 WIB

SENJA beranjak pergi diiringi awan yang berarak. Hujan yang dari tadi turun belum juga reda. Kuambil buku harian berisi semua perjalanan hidup yang dilewati. Suka dan duka, canda dan tagis tertulis rapi dalam lembaran yang sudah karatan termakan usia.

Sudah menjadi keseringan, hari Sabtu adalah hari yang tepat membaca kembali buku harian. Segelas kopi dipadu dengan kepulan asap kelabu menjadi pendampingku.

Ada sepenggal kisah yang menggelitik tentang arti sebuah persahabatan. "Kawan sejati melihat kebaikan dalam segala hal dan memberi yang terbaik di kala hal terburuk terjadi," sepenggal kata sarat makna tertulis dengan garis bawah sebagai tanda ada sesuatu yang penting untuk direnungkan.

Kata-demi kata kubaca kembali sambil sesekali meneguk minuman. Anganku melayang jauh, buku harian kubiarkan saja terbuka dan aku berhenti membaca saat pikiranku dihantui sebuah kisah tentang hadirnya seorang wanita yang bagiku adalah titipan sang pencipta.

Mengapa tidak? Dia begitu berarti bagiku, tanpanya aku tidak berarti apa-apa. Kuliahku berantakan, arah hidupku berserakan, dan dia adalah orang yang berani ambil risiko untuk kumpulkan kembali serpihan-serpihan hidupku menjadi satu kesatuan yang kuat seperti yang ditakdirkan sang pencipta.

Dia menjadikan aku sadar bahwa aku bukanlah aku yang seharusnya; aku bukanlah aku yang kuingini; aku bukanlah aku yang kuharapkan. Tetapi aku bukanlah aku yang dulu, dan dengan kasih karunia Allah, kini aku menjadi sebagaimana aku ada.

Aku mengenalnya dalam sebuah kesempatan yang memang tidak kuduga sebelumnya. Wajahnya yang cantik meski dalam kesederhanaan, tutur katanya santun, kadang terkesan diplomatis, maklum mahasiswi kakak tingkat wibawa perlu dijaga.

Sambil menatap dalam kucoba cerna apa yang dikatakannnya. Sesekali dia melempar senyum yang indah dengan tahi lalat mungil tepat di hidungnya jadikan dia begitu sempurna.

Hari itu adalah pertama kali kukenalnya. Ada sejuta pertanyaan yang terus hantui pikiranku. "Apakah aku bisa bersahabat dengannya? Mungkinkah dia ingin berteman denganku, seorang mahasiswa rantau dengan perbedaan budaya dan karakter yang sangat jauh?"

Pertanyaan tersebut terus melekat di benakku. Tidak saja saat sepi, namun juga saat aku kehilangan arah untuk jatuhkan keputusan dalam arungi hidup di bumi yang sangat asing bagiku.

Kadang aku berpikir mungkinkah dia dapat menjadi cinta sejatiku? Aku paham cinta sejati maknanya lebih luas daripada sekadar pacaran yang lebih melihat hal-hal duniawi dan kemudian sirna ditelan godaan serta meninggalkan luka tersayat.

Cinta sejati tidak datang dari luar diri, namun dia harus terbentuk dari dalam diri. Dan cinta itu laksana sekuntum bunga, maka biarkanlah secara alami dia mereka. "Akh.. kalau hanya ingin berteman dengannya mengapa aku takut untuk menyapanya, bukankah lebih baik kucairkan ego lebih dahulu dengan menghampirinya demi rajut persahabatan?

"Aku harus berani membuka hatiku, jika tidak, sama saja aku telah menyangkal sebuah kebenaran. Bukankah dalam setiap keindahan, selalu ada mata yang memandang, dalam setiap kebenaran, selalu ada telinga yang mendengar dan dalam setiap kasih, selalu ada hati yang menerima?

Hari itu entah apa yang meracuni pikiranku, lewat seorang rekan, nomor HP-nya sudah kukantongi. Dia bukan sekadar sebagai primadona kampus, namun dia memiliki sejumlah talenta yang tidak kumiliki.

Dalam suatu kesempatan kukatakan padanya bahwa dia adalah wanita multitalenta yang pernah kukenal. Hampir di setiap sudut ruangan kampus pasti ada gambarnya, maklum master of ceremony kelas wahid di kampus biru. Berbahagilah pria yang dapat menyandingnya sebagai pendamping hidup kelak karena karier sang suami sangat ditentukan oleh topangan kuat seorang isteri.

Meski cuma saling kenal dan tidak seberapa akrab, dia selalu hadir di saat yang tepat. Dan memang benar apa yang kuyakini selama ini bahwa semua itu indah pada waktunya.

Saat hatiku gundah dengan sejumlah pergolakan batin yang terus menguras isi kepala, dia hadir sebagai kompas penentu arah. "Ibumu akan merasa bangga memilikimu jika kamu berhasil meraih sarjana. Ini hanya sekelumit cobaan dariNya dan cobaan itu tidak mungkin melewati kemampuanmu. Berdoa dan serahkan semuanya dalam pangkuanNya. Semua pasti ada hikmah. Doa adalah gerbang membuka kemustahilan".


Isi pesan singkatnya saat kuutarakan niat untuk mengundurkan diri dari bangku kuliah. Bangku yang sekian lama kuidamkan. Aku lebih tegar tatkala suara halus keluar dari bibirnya yang mungil bahwa di setiap musibah yang menimpa, ingatlah untuk bercermin dan bertanya, daya apa yang bisa diupayakan guna menarik pelajaran positif dari kejadian itu. Aku tentu tidak punya kuasa atas datangnya suatu peristiwa, namun aku memiliki kuasa untuk menentukan sikap dan meresponi peristiwa itu.

Kaget bercampur haru, saat pendirianku rapuh, dia masih meluangkan waktu untuk berbagi duka. Entah dengan apa kubalas semua kebaikannya? Namun yang pasti aku akan tetap ingin berusaha menjadi seorang sahabat yang baik baginya dalam suka dan duka.

Antara aku dan dia telah sepakat bahwa di dalam kamus hidup kami yang ada cuma mantan pacar, bukan mantan teman. Inilah prinsip yang membingkai persahabatan kami dan tak akan goyah dimakan waktu. Maka wajarlah bila dikatakan persahabatan merupakan jembatan menuju sebuah hubungan.

Hubungan persaudaraaan sejati.
Saat dia sedang sibuk dengan skripsinya, sebagai seorang teman tentu tidak ingin membiarkannya sendiri berjuang dalam menempuh tugas akhir. Pernah hatiku tercabik tatkala mendengar kabar proposal skripsinya ditolak oleh dosen pembimbing. Hati kecilku merontah.

Andai saja aku mampu, akan kubantu semampuku, namun bidang ilmu kami sangat jauh berbeda sehingga yang dapat kulakukan hanya sekadar memberi motivasi.

"Kesuksesan itu ibarat orang berenang, jika kamu berhenti sebentar, maka akan terdorong ke belakang," ucapku membangkitkan semangatnya. Bukankah orang yang sukses adalah dia yang dapat meletakkan landasan yang kuat dengan bata yang dilemparkan orang lain kepadanya? Ketika satu pintu tertutup, maka pintu lain terbuka. Bukankah untuk mencapai hasil berbeda, sesuatu harus dikerjakan dengan cara yang berbeda?

Hampir setiap hari kutanyakan padanya tentang perkembangan skripsinya. Dan aku tahu tentu dia merasa bosan karena setiap saat pertanyaan yang sama selalu hadir dalam kesibukannya. Persetan dengan penilaiannya terhadap aku, namun niatku cuma satu, yaitu menjalin hubungan persaudaraan. Selebihnya bukan kehendakku, karena aku tahu siapa diriku dan aku juga bukan tipe pria yang menjadi idamannya.

Saat ini aku hanya ingin membalas semua kebaikannya. Aku tidak saja hanya menyeka air matanya, namun ingin menjadi bejana kosong tempat menampung semua suka dan dukanya.

Malam terus berganti hadirkan udara dingin menusuk sum-sum, aku sadar dalam keheningan akan seorang wanita misterius. Wanita yang sangat sulit untuk ditebak.
Kini dia sudah menikah dengan pasangannya, hidupnya semakin sempurna tatkala Tuhan menganugerahkan mereka seorang anak. Meski demikian jarak dan status bukan halangan untuk tetap menjaga prinsip yang kami ikrar bersama.
Sahabat aku merindukanmu, aku ingin kita kumpul kembali seperti dulu, di teras biru samping kelasku.

Dari batu, aku belajar ketegaran,
Dari air, aku belajar ketenangan,
Dari tanah, aku belajar kehidupan,
Dari api, aku belajar keberanian,
Dan dari kamu, aku belajar arti sebuah "persahabatan"


You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar, dan jangan lupa kembali lagi

Diberdayakan oleh Blogger.