“Jika Kami Bunga…
Engkau Adalah Tembok Itu…”
Tetapi Di Tubuh Tembok Itu…
Telah Kami Sebar Biji-Biji…
Suatu Saat Kami Akan Tumbuh Bersama…
Dengan Keyakinan Engkau Harus Hancur !!!
( Bunga dan Tembok: Wiji Thukul, Aktivis 1998 hilang hingga saat ini)
Kasus kematian misterius Kabid Pengawasan Kelautan yoakim langoday di Kabupaten Lembata kini memasuki episode baru. Satu persatu tersangka di ciduk ke “Ketapang Satu ” ( rumah tahanan Porles Lembata ) tanpa memandang suku-agama-ras dan golongan, seperti yang dikatakan oleh kapolres lembata “ Siapapun dia akan saya sikat”, florespos.com, (24/7). Ada secercah harapan ditenga masyarakat Lembata yang selama ini mencekam dibalut gelapnya penegakan hukum di tanah 1001 masalah tersebut. Harapan akan ditegaknya hukum seadil-adilnya tanpa memandang bulu kini menjadi “lagu rakyat” yang terus dinyanyikan oleh segenap anak tanah di bumi Ikan Paus.
Di jalanan, di lorong-lorong Pasar, di motting, di Angot, di balik baju safari, di belakang meja Biro nyanyian rakyat terus berkumandang pecahkan pembungkaman hukum yang selama ini terjadi.
Dengan dilakukan Penangkapan para tersangka yang diduga ikut berperan penting dalam menghilangkan nyawa korban Yoakim Langoday merupakan prestasi besar kapolres lembata yang digawangi AKP. Marthen Yahoannes setelah sekian banyak kasus kematian misterius yang tidak dapat diungkap di muka sidang.
Meskipun demikian, dalam hukum pidana yang mengandung asas praduga tak bersalah menerangkan bahwa seseorang yang disangka, ditangkap dan dituntut dimuka sidang tetap dinyatakan tidak bersalah sebelum ada keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap. Hal ini sangat dibutuhkan kerja keras para aparat penyidik untuk menemukan alat –alat bukti agar dengan alat bukti tersebut dapat meyakinkan hakim dalam menjatuhkan putusan
Dalam hukum acara acara pidana dipakai yang dinamakan sistem negative menurut undang-undang, sistem mana terkandung dalam pasal 294 (1) RIB ( Reglemen Indonesia yang di perbaharui), yang berbunyi sebagai berikut “ tiada seorangpun dapat dihukum, jika hakim berdasarkan alat-alat bukti yang sah, memeroleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan terdakwa telah bersalah melakukanmya”
Sistem negative menurut undang-undang diatas bermaksud sebagai berikut; pertama, untuk mempersalahkan seorang terdakwa dibutukkan suatu minimum pembuktian ( baca - dua alat bukti) yang ditetapkan dalam undang-undang. Alat-alat bukti yang sah menurut pasal 184 KUHAP adalah keterangan saksi, keterangan ahli,surat, petunjuk dan keterngan terdakwa. Kedua; namun demikian, biarpun bukti bertumpuk-tumpuk, melebihi minimum yang ditetapkan dalam undang-undang tadi, namun hakim tidak berkeyakinan akan adanya kesalahan terdakwa, ia tidak boleh mempersalahkan dan menghukum terdakwa tersebut.
Jadi dalam sistem tadi yang pada akhirnya menentukan nasipnya si terdakwa adalah keyakinan hakim. Jika, biarpun bukti-bertumpuk-tumpuk tetapi hakim tidak berkeyakinan bahwa adanya kesalahan yang dilakukan oleh terdakwa maka dia akan membebaskan terdakwa tersebut. Karena itu, dalam setiap putusan hakim pidana yang menjatuhkan hukuman, dapat dibaca pertimbangan; “ bahwa Hakim, berdasarkan bukti-bukti yang sah, berkeyakinan akan kesalahan terdakwa”
Upaya Meyakinkan Hakim
Membuktikan harus dengan alat-alat bukti yang telah disiapkan oleh oleh penyidik dengan jenis-jenis serta uraian lengkap dalam berkas perkara (BAP). Disamping menggunakan alat-alat yang telah disiapkan dalam BAP, JPU dapat pula menambah dengan alat-alat bukti tambahan. Hasil kegiatan disimpulkan dalam surat tuntutan yang dibacakan dalam siding pengadilan.
Karena kedudukannya sebagai JPU yang berdasarkan sistem pembebanan pembuktian, maka tugas utama dalam sidang pengadilan adalah mengajuhkan alat-alat bukti untuk membuktian bahwa benar telah terjadi tindak pidana yang didakwakan. Bagi Jaksa Penuntut Umum ( JPU ), diarahkan sedemikian rupa untuk memengaruhi terbentuknya keyakinan Hakim bahwa benar telah terjadi tindak pidana dan terdakwa bersalah melakukannya.
Dari uraian singkat diatas, “Lagu Rakyat” kita tidak berhenti sampai disini karena adanya penangkapan para tersangka, tetapi dengan tangan terkepal sambil singsingkan lengan dan satu suara untuk tetap mendorong aparat penyidik menemukan alat-alat bukti, karena dengan alat bukti tersebut dapat membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan siapa pelakunya agar mendapat nestapa setimpal dengan perbuatannya.
Masyarakat akan terus bernyanyi karena Pertiwi ini dan Lewotana Lembata di baluti aturan- aturan hokum dan norma-norma adat yang mengatur setiap prilaku masyarkat dalam interaksi sosial, maka tidak salah jika negara kita adalah negara hukum.
Konsekuensi suatu negara hukum adalah menempatkan hukum di atas segala kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Negara dan masyrakat diatur dan diperintah oleh hukum, bukan diperintah oleh manusia. Hukum berada di atas segala-segalanya, kekuasaan dan penguasa tunduk kepada hukum.
Salah satu unsur negara hukum adalah berfungsinya kekuasaan kehakiman yang merdeka yang dilakukan oleh badan peradilan. Pemberian kewenangan yang merdeka tersebut merupakan “katup penekan” (pressure valve), atas setiap pelanggaran hukum tanpa kecuali. Pemberian kewenangan ini dengan sendirinya menempatkan kedudukan badan peradilan sebagai benteng terakhir (the last resort) dalam upaya penegakan “kebenaran” dan “keadilan”.
You Might Also Like :
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan komentar, dan jangan lupa kembali lagi