Blasius . D. Lejap.
Dalam UU No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menjelaskan bahwa; perkawinan adalah ikatan lahir batihin antara seorang perempuan dan laki-laki untuk membentuk keluarga harmonis, perkawnan tersebut dilakukan berdasarkan agama atau kepercayaan dan dicatatkan di kantor catatan sipil.
Sebagai sala satu sujmber hukum dan juga sebagai lex specialis derogat lex generalis maka berbicara tentang perkawinan bagi umat katolik diatus dalam ketentuan- ketentuan hukum kanonik.
Perkawinan menurut hukum kanonik pasal 1055 ayat 1; perjanjian( feodus ) perkawinan dengan seorang laki-laki dan perempuan membentuk antara mereka( consertum ) seluruh hidup menurut ciri kodratinya terarah pada kesejahteraan suami- isteri ( bonum coniugum ) serta kelahiran dan pendidikan anak antara orang-orang dibabtis oleh Kristus Tuhan, diangkat ke martabat sakramen.
Lebih lanjud lagi kanonik ayat 1056 menyebutkan bahwa ciri- ciri hakiki( propie tates); perkawinan ialah unitus ( kesatuan) dan idiqqoutubilitas ( sifat yang tak dapat diputuskan), yang dalam perkawinan kesetian memeroleh kekukuan atas dasar sakramen.
Dari penjelasan diatas hukum sipil sangat penting dalam kehidupan orang beriman yaitu sebagai alat control social, alat untuk menagatur, bahkan memaksa yang tujuan akhirnya adalah tercapaimnya kepastian hukum bagi masyarakat umumnya. Demikian pentingnya hukum sipil tersebut hingga dilukiskan dalam kitab Amsal yang berbunyi sebagai berikut “ bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat. Berbahagialah orang yang berpegang pada hukum ( amsal 26; 18 )”
You Might Also Like :
0 komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan komentar, dan jangan lupa kembali lagi