Pelajaran Blog Khusus Bagi Pemula Lugas dan Penting Forantum I Blogging is My Life I Tutorial Blog I Tips dan Trik Blog I SEO I Free Template

Jumat, 15 Oktober 2010

(Refleksi untuk Hari Pangan Sedunia 14 Oktober) MacDonaldisasi Pangan Lokal


04.17 |

Oleh Florianus Geong
pos-kupang.com Kamis, 14 Oktober 2010 | 00:30 WIB

PANGAN lokal cukup ramai diwacanakan dalam lingkup Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam beberapa tahun terakhir. Wacana ini bergulir seiring dengan krisis pangan dunia khususnya beras yang disebabkan perubahan iklim dunia. Akibatnya, negara-negara penghasil beras secara perlahan menutup keran ekspornya untuk mengantisipasi kerawanan pangan dalam negerinya. Hal ini membuat harga beras di pasaran dunia melonjak.

Berseberangan dengan itu kebanyakan masyarakat Indonesia justeru mulai memandang beras sebagai sumber energinya yang utama dan menyingkirkan berbagai jenis sumber energi lainnya. Akibatnya, banyak potensi pangan lokal Indonesia dan NTT khususnya yang mulai ditinggalkan konsumen pun produsen.

Selain itu, petani-petani kecil seperti di NTT yang tetap menanam pangan lokal NTT, harus berjuang keras mempertahankan hidup dengan pertanian pangan lokal karena sepinya peminat terhadap hasil usaha mereka. Ini tidak terlepas dari beralihnya selera masyarakat NTT kepada beras dan makanan instan. Hal ini jelas membuat usaha para petani untuk merangkak keluar dari lumpur kemiskinan semakin sulit tercapai.

Untuk itu, pemerintah dan berbagai pihak yang peduli dengan kondisi petani kecil dan miskin berupaya untuk mendobrak kenyataan ini guna mendukung para petani miskin yang mengembangkan pangan lokal kita. Pada banyak kesempatan, pemerintah memberikan sosialisasi tentang pentingnya mengembangkan pangan lokal NTT dan mendorong para petani untuk terus menanam pangan lokal NTT. Namun, apakah cukup hanya dengan mendorong para petani untuk menanam pangan lokal sebanyak-banyaknya?

Hemat saya, program pengembangan pangan lokal sebagaimana dicanangkan pemerintah tidak cukup sebatas mendorong petani menanam dan menghasilkan pangan lokal sebanyak-banyaknya. Program tersebut harus memperhatikan bagaimana keberlanjutan pangan lokal tersebut setelah dihasilkan oleh petani. Para petani jelas tidak bisa hidup hanya dari pangan lokal itu sendiri, mereka butuh pasar untuk menjual hasil pertanian mereka agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya yang lain. Karena itu, pemerintah perlu memperhatikan ketersediaan pasar bagi pangan lokal.

Tentang hal ini ada dua hal yang bisa menjadi pilihan. Pertama, hasil pangan lokal langsung dijual kepada para pengusaha yang akan mengolahnya lebih lanjut atau untuk dijual ke perusahaan pengolah makanan. Kemungkinan lain yang bisa dijalankan adalah langsung mengekspor hasil pangan lokal. Untuk yang pertama sudah sering dilakukan oleh para petani kita. Akan tetapi dalam proses transaksi selama ini, para petani selalu berada pada posisi yang lemah sehingga harga jual hasil pertaniannya ditentukan oleh para pemodal. Hal ini jelas merugikan para petani yang telah susah payah bekerja tetapi tidak mendapatkan keuntungan yang memuaskan.

Sementara untuk kemungkinan kedua, mengekspor hasil pangan lokal masih kurang dan bahkan belum dilakukan sama sekali. Hal ini terjadi karena belum ada investor yang bersedia menjadi eksportir pangan lokal NTT. Ini juga tidak terlepas dari produktivitas hasil pertanian NTT yang belum seberapa, sehingga tidak memungkinkan untuk langsung diekspor. Pola pertanian NTT yang kebanyakan dikelola masyarakat secara perorangan dengan luas area pertanian yang sempit mengakibatkan produktivitas pertanian setiap masyarakat rendah. Akan tetapi harapan untuk mengekspor pangan lokal masih bisa dijalankan bila ada pihak yang bersedia untuk mengumpulkan pangan lokal yang tersebar di antara masyarakat.

Terhadap keadaan seperti itu, pemerintah mesti memperhatikan ketersediaan pasar bagi pangan lokal dan pengaturan harga yang sesuai sehingga bisa saling menguntungkan baik pihak pembeli maupun para petani. Untuk itu pemerintah tidak boleh membiarkan mekanisme pasar berjalan tanpa pengawasan, sebab hukum pasar selalu menekankan persaingan demi keuntungan sebanyak-banyaknya sehingga yang kuat selalu menjadi pemenang. Sebab tanpa pengawasan yang baik, para petani kecil yang hidup bergantung dari hasil pertanian dan yang tidak memiliki pilihan lain untuk bertahan hidup selain dari hasil pertaniannya harus tetap menjualnya meskipun dengan harga yang sangat murah. Karenanya, pemerintah mesti bisa menjalin kerja sama dengan para investor atau pun dengan menghidupkan kembali koperasi di setiap daerah untuk menjadi penampung dan pemasar atau pengekspor pangan lokal. Kerja sama itu harus bisa memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah, para petani kecil, dengan pengaturan harga yang baik.

Kedua, agroindustri yaitu pengolahan pangan lokal menjadi makanan jadi atau pun setengah jadi. Proses ini juga sudah sering dilakukan oleh masyarakat NTT. Akan tetapi makanan olahan masyarakat NTT di pasaran masih kalah bersaing dengan makanan ala korporasi dunia, MacDonald misalnya. Konsumen kurang berminat pada makanan dari pangan lokal. Hal ini tentu tidak bisa dipisahkan dari membanjirnya variasi makanan yang dikelola korporasi dunia. Pengolahan pangan lokal yang masih sederhana dan kurang variatif dibandingkan makanan-makanan yang dikelola perusahaan kelas dunia menyebabkan beralihnya sebagian besar konsumen kepada makanan-makanan kelas dunia.

Kemasan juga turut menentukan berpalingnya masyarakat kepada makanan ala MacDonald, misalnya. Selain itu pencitraan merupakan kunci sukses korporasi dunia untuk mempengaruhi masyarakat dunia menikmati makanan yang ditawarkannya. Iklan-iklan dalam media massa menjadi daya pikat tersendiri yang membuat korporasi mampu menguasai selera masyarakat dunia dan mengarahkan mereka pada apa yang ditawarkannya.


MacDonaldisasi pangan lokal

Untuk pilihan kedua, agroindustri, kita dihadapkan pada persaingan dengan pangan-pangan kelas dunia yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahaan multinasional. Untuk itu ada dua hal yang saling terkait yang harus diperhatikan agar produk-produk dari pangan lokal mampu bersaing dengan produk-produk ala MacDonald misalnya.

Pertama, pengolahan pangan lokal menjadi suatu pangan dunia. Kesuksesan para pengusaha makanan ala MacDonald menjadikan sumber-sumber makanan dari daerahnya (pangan lokalnya) menjadi makanan dunia, tidak terlepas dari keberhasilannya mengolah dan mengubah sumber-sumber pangan lokalnya menjadi makanan ala MacDonald yang mampu menggaet konsumen dari seluruh dunia. Jagung di Amerika akan tetap tinggal jagung yang tidak banyak disukai orang bila tidak diubah menjadi popcorn sebagaimana saat ini atau susu sapi tetap kurang bernilai ekonomis kalau belum diolah menjadi susu dankow misalnya.

Untuk itu, yang diperlukan adalah bagaimana mendorong masyarakat untuk mengolah pangan lokalnya menjadi sesuatu yang lebih bernilai ekonomis. Itu mengandaikan adanya pemberdayaan masyarakat dalam hal mengolah dan mengemas makanannya. Tanpa itu, pangan lokal yang dikelola secara tradisional akan tetap menjadi makanan lokal yang kurang diminati. Jika pilihan agroindustri yang ingin dijalankan, maka yang dibutuhkan adalah pemberdayaan masyarakat dalam mengolah dan mengemas makanan pangan lokal sehingga mampu memikat selera masyarakat dunia.

Kedua, ketersediaan konsumen pangan lokal. Makanan dari pangan lokal hanya bisa dikembangkan secara lebih luas jika tersedia konsumen. Untuk itu, perlu upaya membuat masyarakat dunia tertarik pada makanan dari pangan lokal. Itu berarti, selain dengan pengolahan yang lebih baik, kita juga harus berupaya menarik minat masyarakat akan makanan dari pangan lokal.

Untuk mewujudkan hal ini, kita perlu belajar dari kesuksesan makanan-makanan ala MacDonald misalnya, yang telah menjadi makanan masyarakat dunia. Hemat saya, selain dengan meningkatkan kualitas pengolahan makanan dari pangan lokal, hal yang tidak pernah boleh dilewatkan adalah 'menguasai' pikiran dan selera konsumen, sebagaimana dilakukan perusahanan-perusahaan makanan dunia. Menguasai, dalam arti mengupayakan agar masyarakat dunia tertarik dengan apa yang kita tawarkan. Penguasaan terhadap pikiran dan selera masyarakat bisa terjadi bila promosi dan sosialisasi terus dilakukan sehingga tercipta dalam diri setiap konsumen keinginan untuk menikmati makanan yang kita tawarkan. Iklan-iklan yang disiarkan dan dipasang dalam berbagai media massa menjadi sarana yang tidak bisa dipisahkan dari keberhasilan makanan ala MacDonald meraih pangsa pasarnya.

Dengan pengolahan yang baik, nilai ekonomis pangan lokal menjadi lebih tinggi. Sementara dengan proses pencitraan yang dilakukan terus menerus, produk-produk dari pangan pangan lokal NTT diyakini bisa menjadi makanan masyarakat dunia. Kalau demikian maka perubahan hidup para petani miskin yang selama ini kita dambakan menjadi mungkin. *


Kru KMK Ledalero, Maumere


You Might Also Like :


0 komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan komentar, dan jangan lupa kembali lagi

Diberdayakan oleh Blogger.